Hari Selasa kemarin, karena ada
keperluan bisnis ke daerah Kalibata, Jaksel, saya dari rumah di bilangan
Cibubur meluncur ke tujuan melalui kawasan Cililitan, di mana berdiri gedung
PGC (Pusat Grosir Cililitan). Ketika lalu lintas melambat karena adanya lampu
merah yang menyala di perempatan Jalan Dewi Sartika, saya sempat melihat di
sebelah kiri jalan ada beberapa kios usaha yang rupanya memberikan pelayanan
perbaikan mesin ketik manual.
Sungguh saya terpana melihat pemandangan di sana, karena berbagai jenis mesin
ketik produksi jadul (jaman dulu, dan benar-benar jadul alias kuno), dipajang
berjejer di dalam dan di atas etalase. Kalau saja tidak melihat bahwa
barang-barang itu dipamerkan di kios-kios usaha reparasi, bisa jadi saya
berpikir bahwa tempat itu pantas disebut sebagai museum mesin ketik.
Tetapi tidak, kios-kios reparasi itu adalah unit-unit bisnis yang hidup dan
berjalan baik. Selama bertahun-bertahun beroperasi di sana, bengkel-bengkel
servis mesin ketik tersebut mampu memberi kehidupan dan nafkah yang mencukupi
bagi para pemiliknya.
Secara bisnis, ini membuktikan bahwa yang namanya ceruk pasar itu selalu ada.
Ceruk pasar atau niche market menurut istilah saya sendiri adalah "pasar
di dalam pasar". Yaitu sebuah wahana jual beli yang ukurannya lebih kecil,
dan hidup karena adanya kebutuhan konsumen di dalam pasar yang lebih besar.
Ceruk pasar memang kecil, bahkan kadang tersembunyi, sehingga tidak semua
pelaku usaha mampu mendeteksi kehadirannya. Dalam kasus mesin ketik jadul di
atas, para pemilik bisnis di sana merupakan sebagian dari sekian banyak orang
yang sukses mencium peluang ceruk pasar. Tidak banyak orang akan menyangka,
bahwa pengguna mesin ketik manual ternyata masih cukup banyak jumlahnya.
Sehingga dari situ bisa tercipta sebuah komunitas jual beli (pasar) yang mampu
menghidupi banyak pelaku UKM.
Selama ini, sebagian orang merasa kesulitan untuk memulai bisnis, satu dan lain
karena merasa kurangnya peluang yang ada. Padahal dunia bisnis sudah
menyediakan segalanya bagi siapa saja yang mau memulai usaha, antara lain
dengan terciptanya berbagai ceruk pasar yang terus tumbuh semakin banyak sesuai
dengan perkembangan teknologi dan bisnis itu sendiri.
Pernah dengar tentang Wahyu Susilo yang mengeksploitasi ceruk di bidang
pertinjaan (kotoran manusia) hingga mampu membangun hotel berbintang di Solo?
Atau Bambang Suwerda yang mendirikan Bank Sampah? Juga tentang Hidayat yang
memulai usaha dari komoditas remeh bernama sampah, tapi akhirnya berhasil
menjadi pengusaha besar pemasok bio-massa ke berbagai perusahaan nasional,
serta melayani waste-management ke berbagai kawasan elit di Cinere, BSD City
dan Cibubur?
Mereka semua memulai dengan kesederhanaan berpikir, objeknya juga hanya
komoditas yang sepintas tak berharga. Tapi dengan ketajaman intuisi mendeteksi
ceruk, usahanya bukan saja berjalan baik, tapi bahkan mampu melambungkan status
mereka menjadi tokoh-tokoh terpandang.
Sebuah pertanyaan klasik umumnya berbunyi: "Mau usaha kan perlu modal uang
banyak, sedangkan saya nggak punya, lantas gimana?" Saya bisa pastikan
bahwa memulai usaha nggak perlu uang banyak. Yang paling penting adalah modal
niat. Kalau niat ada dan serius, orang lain mau kok memodali kita.
Pernah dengar nama Erwin Arnada? Itu lho yang bikin heboh dengan majalah
"Playboy"nya. Dia adalah teman saya dari kecil. Selama ini dia jadi
bos pemilik dan pendiri berbagai media (majalah), seingat saya antara lain
"Bintang" dan "Playboy" itu tadi. Apakah dia mendirikan
usahanya itu dengan membiaya sendiri permodalan yang diperlukan? Ternyata
tidak. Dia cuma berbekal sebuah ide, buat proposal, cari investor, presentasi,
maka jadilah sebuah bisnis besar.
Dua belas tahun lalu, saya bersama beberapa teman mendirikan sebuah perusahaan
IT berbekal secarik kertas (benar-benar hanya 1 halaman!) yang kita sebut
proposal. Ternyata big-boss Grup Investor (media cetak dan on-line) mau menaruh
uangnya lebih dari Rp. 1M ke rekening kami yang masih kering kerontang.
Dengan cara yang sama, adik saya yang nggak punya modal tapi ingin berbisnis di
bidang periklanan, bisa menarik salah satu tokoh grup Bakrie untuk menaruh
investasi yang cukup besar di perusahaan mereka PT Mitraguna Adhikriya.
Ada lagi yang tanya: "Kalau saya mau berbisnis skala kecil, bank-bank
nggak ada yang mau pinjemin duit. Apa solusinya?" Kalau skala kecil, ya
nggak perlu ke bank. Cukup datang ke koperasi simpan-pinjam. Nggak pake rewel,
cukup dilihat saja usahanya, kalau dinilai berpotensi, pasti dikasih pinjaman.
Gak perlu jaminan macem-macem.
Di Pejompongan, Jakpus, ada koperasi warga yang omsetnya sudah milyaran,
namanya Koperasi Tunas Jaya. Mereka siap membiayai siapa saja yang serius mau
usaha di ranah UKM. Kalau mau usaha yang skalanya lebih gede, ada koperasi yang
bernama "Kospin" siap membantu. Ini koperasi hebat, karena
berkebalikan dari koperasi-koperasi lainnya yang banyak dibiayai bank, Kospin
malah justru pernah membiayai bank. Hebat kan?
"Konsep dan ide usaha saya sebenarnya berpotensi bagus, dan bank berminat
memberi pinjaman. Sayang saya nggak punya agunan. So what?" Oh, belum tahu
ya? Orang-orang dengan kebutuhan seperti Anda merupakan ceruk pasar dari
orang-orang yang memiliki aset. Beberapa pemilik aset bahkan ada yang membangun
usaha resmi yang bergerak dalam bidang peminjaman aset untuk agunan para
debitur bank.
Ada lagi yang tanya: "Saya punya peluang di sebuah instansi. Tapi saya
belum punya perusahaan resmi seperti PT atau CV. Sulit kan?" Nggak lah. Di
dunia bisnis, semua tersedia. Kalau perlu badan hukum usaha, PT, CV atau apa
pun, ada kok komunitas bisnis yang siap menyediakannya untuk kita. Tinggal bagaimana
nanti soal bagi hasilnya saja. Mudah kan?
"Saya punya prospek bagus di sektor pemerintahan dan swata. Tapi modal
saya tanggung, dan saya nggak PD soal manajemen. Apa solusinya?" Nah,
kalau seperti ini mungkin sebaiknya Anda hubungi perusahaan modal ventura
(PMV). Kalau menurut PMV prospek Anda memang bagus, mereka mau kok memasok
bantuan modal berapa pun ditambah menyuplai tenaga manajemen (terutama
keuangan) di perusahaan Anda. Coba deh, salah satunya adalah PT Astra Mitra
Ventura yang bisa Anda hubungi.
"Modal keuangan saya cuma sedikit. Kalau saya pakai usaha, tagihannya
lama, saya takut usaha saya nggak bisa berkembang. Bagaimana ini?" Di
dunia bisnis ada yang namanya sistem factoring. Perusahaan factoring akan
menalangi tagihan Anda, sebelum pembayaran jatuh tempo. Jadi Anda tidak perlu
menunggu cairnya tagihan sebelum melanjutkan usaha atau menggarap proyek-proyek
berikutnya. Cukup mufakat dengan perusahaan factoring soal fee yang harus
dibayar.
Nah, kalau kembali ke persoalan yang diajukan pada judul artikel ini, seberapa
sulitkah memulai usaha itu, maka dengan menyimak berbagai soal vs solusi di
atas, tentu kita sampai pada kesimpulan bahwa memulai dan menjalankan usaha itu
tidaklah sulit. Karena semua fasilitas sudah tersedia di dunia bisnis. Oleh
karenanya patut saya himbaukan pada peminat wirausaha, kalau memang ingin
berbisnis, sebaiknya jangan hanya wacana doang..!? Segeralah terjun sekarang
juga. Apalagi yang perlu ditunggu?
Rusman Hakim
Pengamat Kewirausahaan
3 comments
Write commentsya...ya...!!!
Replyyoi...
ReplyNo more live link in this comments field
Reply